Sunday, March 24, 2013

Kenapa Strava Bagus

Why Strava Doesn't Suck

Mengapa Strava Tidaklah Buruk
Oleh Jason Summer, featuring editor dari mtbr.com, rekan Kurt di postingan sebelumnya.

Yup, terkadang data yang diunggah dulu bahkan sebelum helm dilepas.


Dengan segala hormat kepada rekan saya Kurt beserta opininya, saya harus mengecualikan pendapatnya yang negatif tentang berkembang pesatnya Strava akan mengakhiri masa2 mengasyikkan dari bersepeda, seperti yang sudah kita ketahui.
Bukanlah Strava yang jelek, beberapa orang yang memakai (dan sesekali menyalah gunakan) jasa layanan sharing jalur gowes itulah yang jelek. Dan kamu harus dengan tegas memisahkannya.
Tentu saja ada beberapa rider diluar sana yang menjadi sangat kecanduan dan terobsesi oleh identitas Strava mereka sampai2 setiap kali gowes adalah berarti balapan, hidup atau mati. Benar juga ada para idiot yang berkoar2 disekitar jalur singletrack sambil berteriak "Strava...strava!" ketika para anak2 muda sedang berusaha menuju PR baru atau KOM. Dan betul, ada beberapa orang yang cukup bodoh untuk meng-upload data dari gowes di jalur ilegal, meskipun hal itu sama dengan versi sepeda dari mencuri mobil dan mengendarainya beberapa kali di depan kantor polisi. Tetapi seandainya kamu tidak memperhatikan, manusia bukanlah makhluk yang paling pintar. Kalau iya kenapa ada acara tv keluarga yang bernama Honey Boo Boo? (kalo kata wikipedia, Honey Boo Boo ini adalah acara tv reality show tentang keluarga tipikal di Amerika, yang walaupun sangat populer tapi condong ke arah bodoh dan negatif-hal ini lagi2 tipikal keluarga disana, katanya).

Untuk mengatakan bahwa Strava sendiri sangat jelek karena beberapa orang bertingkah buruk ketika memakainya adalah sama dengan berkata bahwa beer itu buruk karena beberapa orang minum terlalu banyak kemudian memarkir mobilnya di tiang telepon (ini terjemahan langsung, bukan berarti saya sebagai seorang muslim pemilik blog ini mendukung bahwa beer itu baik kalau cuma sedikit hihi). Meskipun kita semua tahu bahwa tiang telepon bisa jadi benda yang terancam keberadaannya, tapi pasti saya gak bakal mau kalau beer jadi sesuatu hal yang melanggar hukum.

Strava adalah cara murah dan mudah untuk mencatat jalur gowes terbaik yang langka itu.

Jujur, saya suka Strava. Dia menyediakan paduan dari kompetisi yang bersahabat antar teman, buku harian online lengkap dari petualangan gowes seseorang, dan sebuah langkah tepat untuk memastikan rute jalan dan jalur singletrack di daerah baru yang belum pernah dicoba. Dan kalau kamu adalah tipe orang yang suka berlatih, ada banyak cara untuk mencatat kemajuan, menganalisa data tenaga, dan secara umum mencatat apakah segala jarak dan segmen itu berarti bagimu atau tidak. Strava hanyalah sebuah alat, tak kurang dan tak lebih.


Orang2 yang menganggapnya lebih serius dari itu (sekedar alat) sepertinya hanyalah orang2 sama yang tidak bisa mengerti tentang hukum-goweser-tanjakan-punya-hak-atas-jalan (maksudnya terlalu kaku dengan norma2 persepedaan), atau seseorang yang berteriak tentang komando posisi peleton selama gowes bareng santai di akhir minggu. Dicks are dicks (apa ya...kurang lebih pecundang ya tetap pecundang...). Hal itu tak akan pernah berubah.



Tetapi untuk tiap2 "Stravaddict" seperti kolega saya memanggil mereka (om Kurt maksudnya), ada beberapa orang yang telah dikenalkan kepada Strava dan hasilnya jadi terinspirasi untuk gowes lebih sering, berlatih lebih banyak, dan menjelajah lebih jauh (nah kalau ini contohnya banyak, mulai dari Master Strava om Mario sampai ke teman2 lain yang progresnya pesat sekali, from zero to hero. Salut!). Itulah intisari dari persepedaan. Jadi kenapa mesti membenci sesuatu yang mendorong hal2 positif tersebut?



Mungkin sikap santai, non-formil saya adalah kenyataan karena saya tinggal di area Boulder, Colorado dimana sangat jarang orang heboh dan ribut soal KOM Strava. Sangat jarang. Boulder sendiri ditempati oleh banyak orang2 cepat (pembalap World Tour, pengin jadi pembalap, konsultan mandiri berbadan super fit, Ironmen pengangguran-Ironmen itu bukan superhero tapi atlit triathlon, dlsb). Saya sendiri bukan salah satu dari orang2 itu.


Tetapi bahkan bagi rider yang tinggal di area yang rata2 orangnya sangat fit (karena itu bisa ikut kontes KOM), saya percaya bahwa banyak pemakai yang menyimpan kegunaan Strava dalam perspektif. Tentu saja merampas posisi leaderboard adalah hal yang keren sekali. Tetapi mayoritas dari pesepeda disana adalah cukup pintar untuk mengerti perbedaan dari  mall terdekat dan Alpen.


Bagi beberapa orang, puncak leaderboard adalah impian terindah.


Ketika saya ingin mengukur bagaimana kemampuan saya, saya mengandalkan fitur Strava yang bisa membuat seseorang untuk menyaring data ke bawah agar lebih mudah diatur. Semisal daripada berkompetisi dengan semua penduduk Boulder County, saya akan menurunkan batas ke hanya orang2 yang saya ikuti (teman2 saya) atau orang2 yang sesuai dengan profil saya (umur 40-tahunan, berat 100kg plus). Itu pun biasanya posisi saya masih paling belakang.

Tetapi sering kali, apa yang saya suka tentang Strava adalah dia memberi saya (dan semua orang yang memakainya dengan penuh tanggung jawab) sebuah jalan untuk mencatat waktu selama pantat berada di atas sadel. Jujur aja, sewaktu musim balap tiba, saya coba untuk meraih sedikit kebugaran dan mungkin ikut beberapa lomba (mountain, road dan cross). Untuk itu, Strava adalah cara yang sangat murah, nyaman dan mudah untuk memantau bagaimana kemajuan saya. Dan pastinya tidak ada yang salah dengan sedikit motivasi. Tentu saja saya bisa memakai jam tangan, peta, bolpoin dan sempoa untuk menyimpulkan semuanya. Tetapi jujur aja, apa ada yang salah dari menyambut teknologi abad ke-21?

Jawabannya adalah, tidak ada. Asal jangan jadi pecundang aja.



Nah itulah rekans tulisan yang pro Strava. Seperti yang sudah diketahui, kenyataannya berkat Strava-lah kemajuan skill teman2 berkembang dengan pesat. Padahal belum ada setahun haha... Juga berkat Strava-lah kita bisa bertemu banyak teman dan jalur baru. Seperti tulisan diatas, Strava hanyalah alat, sama seperti pisau, berguna tidaknya tergantung dari pemakainya sendiri. Temans sendiri bagaimanakah pengalaman bersama Strava? Silakan disharing.
Ada komen atau kritikan? Silakan ditulis dibawah.
Artikel ini hanya terjemahan bebas dari mtbr.com berikut foto2nya. Isi bukan tanggung jawab pemilik blog.














2 comments:

  1. Mantap Oom...

    semua tergantung yg menggunakan "alat" (strava) tersebut.. kalau tujuannya baik, maka kebaikan pula yg didapat.. :)

    smangat terus buat temen" goweser yg sudah pakai strava, n yg belum pakai, silahkan dicoba aplikasi ini.

    Salam Gowes,
    -Mario-
    Ride Better, Ride Safer, Faster!

    ReplyDelete
  2. Mau tanya om...

    Saya pengguna baru strava, tp anehnya ketika saya gunakan jarak tempuh yang tercatat itu sangat berbeda dengan yg aslinya, saya pernah gowes bareng teman sesama pengguna strava tracknya sama tetapi hasil yang di tampilkan berbeda antara punya dan teman tsb sdh di utak-atik sampe di uninstall trus diinstall ulang hasil tetap berbeda dengan yg sebenarnya, mudah2an om punya jawaban yg bisa membantu saya soalnya mau pake app yg lain kok gak semenarik strava ya,

    trima kasih atas perhatiannya

    Salam Gowes, Kring...kring
    -Wardiansyah-

    ReplyDelete