Sunday, March 24, 2013

Kenapa Strava Jelek


Why Strava Sucks
Mengapa Strava Itu Buruk
Oleh: Kurt Gensheimer aka The Angry Singlespeeder, editor kontribusi di mtbr.com

Etiket Strava

Disebut apakah jika ada dua orang yang sedang gowes bareng? Balapan sepeda.
Disebut apakah jika ada dua orang yang sedang gowes bareng dan mereka pakai Strava? Balapan sepeda yang gak ada habisnya.

Secara konsepnya, Strava adalah ide yang bagus; memetakan jalur gowes dan menyediakan rute tersebut untuk referensi adalah layanan yang sangat hebat. Sangat pas buat pendatang luar kota yang gak tau sama sekali jalur gowes mana yang bagus dan butuh petunjuk praktis lewat ujung jari mereka. Tapi kenyataannya, saya pikir Strava buruk karena satu alasan utama - manusia gak bisa dipercaya untuk memakainya dalam konteks sikap bertanggung jawab secara sosial. Dia hanya akan membakar ego lelaki (alpha-male ego) di dalam diri kita semua, merusak aspek sosial yang selama ini bikin gowes jadi menyenangkan.

Apa yang telah terjadi pada latihan jaman dulu dimana kamu hanya pakai jam tangan dan jalur yang biasa kamu lewati? Satu hari dimana kamu akan keluar gowes sendiri, lain hari gowes bareng teman dan nikmati aspek sosial dari mengejar teman yang paling fit gowesnya, hanya untuk lihat sampai dimana kamu sanggup mengikuti mereka.

Sekarang orang2 mengeluh tentang jadi posisi ke-10 dari 200 orang pada tanjakan tertentu, yang sepertinya hal itu adalah suatu prestasi yang besar sekali. But who cares? Di Strava, kalo kamu bukan yang nomer satu, maka mungkin aja kamu yang terakhir. Dan itu masalahnya. Obsesi terus menerus tak berguna untuk jadi nomer satu akan merusak kenikmatan yang biasanya kita dapat dari bersepeda.

Strava adalah paradoks (ada dua sifat yang saling bertolak belakang, sama kayak Banshee saya hehe) nyata, karena dia adalah suatu bentuk yang paling anti sosial dari media sosial. Karena semua orang jadi sangat terobsesi pada waktu personal terbaik atau sedang nelanjangin data KOM sang juara, akhirnya orang2 jadi gak saling berbicara sewaktu gowes. Mereka kalo nggak lagi genjot abis ya sedang bersiap2 untuk itu. Interaksi sosial tidak akan terjadi sampai semua orang pulang ke rumah masing2 dan mulai utak-utik pakai smartphone atau komputer mereka, saling beri kudos dan toss (high-fives) canggih model internet lainnya.

Di dalam dunia tanpa Strava, pada hari apapun kamu bisa jadi yang pertama di tanjakan dan ngomong "Hore aku bisa kalahkan tanjakan ini. Hari yang sangat baik." Kalo pakai rekaman Strava, hasilnya hanya menegaskan prestasi kamu yang biasa2 aja. Setidaknya kalo tanpa Strava, kamu masih bisa bilang kalo kamu adalah yang tercepat pas gowes hari itu.

Terima kasih kepada Strava, recovery ride (mancal santai sehabis gowes ngebut/abis) sudah jadi barang antik. Kalo kamu sedang recovery ride dan hape atau Garmin kamu lagi jalan/on, maka orang2 akan lihat kamu di posisi 185 dari 200 orang. Terus gosipnya mulai berterbangan. "Oh man, lihat waktu si Billy pas tanjakan Bukit Monyet? Pasti dia jatuh tuh!" Dan ego rapuh dari goweser mana yang bisa tahan terhadap perlakuan seperti itu.

Kalo kamu pengin balapan, maka carilah grup gowes tercepat di daerah kamu, atau buka dompet dan daftarlah untuk ikut lomba. Balapan sendiri - atau lebih parah - balapan pas acara gowes yang sebetulnya bukan untuk berlomba adalah suatu hal yang buruk. Dalam hal yang sama seperti smartphone yang merubah kode2 sosial dari interaksi antar manusia, Strava telah merubah gaya gowes seseorang - untuk jadi lebih buruk.

Sebuah peta.

Saya gak punya Garmin. Saya juga gak punya smartphone. Saya cuma punya sebuah hape lipat kuno dan bergantung ke sesuatu yang disebut peta. Tahu kan, yang dari kertas itu lho. Yang ada garis2 topografi dan titik2 jalur yang bisa beri tahu kamu dimana letak tambang tua, jalan setapak atau jalur mobil off road. Peta yang mengharuskan kamu untuk membacanya terlebih dulu sebelum keluar gowes, jadi pas kamu ada di tengah2 hutan kamu masih punya ide dimana kamu berada. Terima kasih kepada banyaknya pemakai Strava, kartografi (ilmu baca peta) sudah jadi disiplin ilmu yang sekarat (jadi ingat sama om Pentol aka apukat.com hehe).

Mungkin kenikmatan terbesar dari tidak memakai Strava adalah mengalahkan seseorang yang juara di setiap KOM. Sering kali saya biarkan penggila Strava (Strava Kooks) dapat balapan kecil mereka sampai ke puncak. Tapi sesekali saya jadi muak dengan gangguan sosial ini dan ikutan masuk. Rasa puas yang tiada tara datang dari mengalahkan para pecandu Strava (Stravaddict), karena meskipun dia tahu kalo dia sendiri juara KOM, tapi dia  juga tahu kalo sebenarnya dia bukanlah KOM (ingat kalo penulis gak punya Strava). Betul sekali, mungkin ada ratusan bahkan ribuan orang gaptek seperti saya diluar sana yang gak pakai Strava tapi bisa gowes lebih cepat dari KOM dia.

Dan karena kamu gak pernah percaya kepada manusia untuk bisa bersikap penuh tanggung jawab, ada berbagai macam kebodohan yang diawali dengan Strava yang tidak hanya merusak kenikmatan sosial dari gowes, tapi juga melukai reputasi yang lebih luas lagi dalam komunitas. Ambil contoh sang jenius yang gowes di jalur ilegal (yup, beruntunglah temans, diluar negeri sono kita gak bisa gowes di sembarang area, ada yang terlarang) kemudian posting segmen di Strava ke pemilik tanah, manajer lahan bahkan ke polisi hutan bahwa mereka baru aja gowes disana. Tidak hanya hal ini akan membuat seluruh komunitas sepeda terlihat jelek (ingat anak2 trail dengan motornya), juga akan membahayakan masa depan jalur tersebut. Di jalur legal, tikungan dipotong dan halangan dibuang hanya demi nama "kudos" yang kosong tak berguna.

Pakai ini kalau mau curang di Strava.

Terima kasih kepada tujuan tiada henti dari mengejar segmen KOM, manusia selalu mencari cara bermain pada suatu sistem. Ada tips dan trik untuk mencurangi Strava, seperti naik mobil/motor ke suatu tanjakan besar atau mengakhiri suatu segmen di rumah kamu sendiri jadi gak bakalan ada orang yang bisa mencuri KOM kamu (Hayo ada gak yang seperti ini?). Seserius inikah? Saya kira menerobos lampu merah dan menyelinap diantara keramaian lalu lintas tidaklah cukup bodoh.

Beberapa rider pasti pernah mendengar kisah William "Kim" Flint II dari Berkeley, CA, seorang rider yang tewas setelah menabrak sebuah mobil ketika sedang mengejar tahta KOM segmen downhill-nya yang hilang di South Park Drive. Dalam gaya tipikal Amerika, sebuah gugatan langsung keluar, diajukan oleh keluarga Flint yang menuduh Strava sebagai pihak yang bersalah. Meskipun banyak pihak percaya bahwa gugatan ini adalah bercanda serta sia-sia, sampai sekarang kasus ini masih berada di pengadilan, belum tuntas. Sama seperti yang saya pikir bahwa Strava sangatlah buruk, mencoba menyalahkan Strava untuk kelalaian seseorang adalah hal yang lebih buruk lagi.

Di dalam dunia tanpa Strava, rider tidak akan berpikir tentang lusinan segmen ketika sedang gowes. Jika mereka gowes dengan mudah, mereka bisa santai dan menikmati alam serta semua kenikmatan yang didapatkan dari bersepeda. Jika mereka gowes dengan keras, mereka hanya akan berpikir tentang siapa rider disebelah mereka dan siapa yang akan duluan sampai di puncak bukit. Mereka akan saling bersaing dan mengalahkan satu sama yang lain, dan pada akhirnya mereka pun tidak akan cemas tentang pulang ke rumah untuk memakai komputernya untuk melihat siapa dan dapat apa. Mereka sudah tahu...sampai ke gowes berikutnya. Dan hal ini secara positif tidaklah buruk.

Flag this dangerous Strava segment. Coba kalo berani.

Seseorang telah mencuri KOM kamu!

Strava membuatku kecanduan!

Saling berbagi jalur adalah mustahil jika kita sedang balapan Strava.

Strava bikin aku jadi seorang pecandu!

Gak bisa lihat dan ambil foto pelangi kalo sedang balapan Strava.

The picture speaks for itself.

Garis start dan tulisan segmen Strava mulai terlihat di jalan aspal dan gunung.

Kecepatan rata2 yang terdokumentasi oleh Strava ternyata melanggar batas kecepatan lalu-lintas!


Nah bagaimana tanggapan para sobat? Ternyata tulisan tentang Strava ini gak jauh beda dengan yang kita alami di Indonesia ya? Oh well it's a globalization, they said. Lucunya om Kurt ini sangat anti dengan teknologi bahkan cenderung sangat hiperbola kalau tidak suka dengan Strava. Cuma saya setuju dengan - lagi2 menyadur kata teman2 saya om Indra dan om Pentol - Strava itu hanya just for fun, kalo pengin ngebut beneran ya ikut balapan dan waktu dihitung pakai stopwatch, bukan dengan GPS sipil yang titik akurasinya bisa 5-10 meter!
Diterjemahkan secara bebas dari mtbr.com berikut foto2nya. Mohon maaf jika terjemahannya ada yang salah. Untuk itu saya minta tanggapan dan kritiknya. Saya tidak bertanggung jawab akan tulisan ini. Tanya aja sama oom Kurt diatas.
Incoming: Setelah yang kontra, ada tulisan yang pro Strava: Why Strava Doesn't Sucks. Nantikan di postingan berikutnya. Salam Gowes!
















Bikin Cepat Sepedamu

Turbocharge Your Bike
Bikin Cepat Sepedamu

10 Langkah Sederhana:

Sepeda yang paling cepat adalah sepeda yang disiapkan secara benar sesuai dengan tugasnya. Penyetelan sederhana dan persiapan yang benar dapat membuat sepeda yang terasa berat dan lambat jadi cepat seperti mesin yang pakai turbo. Inilah tips 10 langkah untuk meningkatkan kecepatan sepeda kamu.


1. Go For Ti (Ganti Dengan Titanium).


Ganti semua mur, baut dengan kit berbahan titanium adalah cara yang sangat mahal untuk meringankan bobot sepeda, namun banyak pembalap pro menggunakan trik lawas ini untuk mengurangi sedikit bobot tanpa merubah kekuatan sepeda.


2. Shift Power (Kekuatan Shifter).


.
Sepeda adalah sebuah mesin yang digerakkan oleh pedal. Dipedal kencang maka sepeda pun akan kencang. Tapi kalau seorang rider gak bisa pindahin gigi ke posisi yang dia perlukan, maka sepeda pun gak bakalan bisa kencang lagi. Shifter yang disetel sempurna akan buat kamu gowes lebih kencang di segala kondisi. Shifter yang sempurna setelannya harusnya lebih condong kearah atas (upshift) dengan tegangan kabel shifter yang seminimal mungkin.


3. Maintain Speed (Jaga Kecepatan).




Drive Train atau sistem gerak roda (gear, shifter, rantai, FD, RD dan BB) yang efisien adalah drive train yang bersih. Harus selalu dibersihkan dan dilumasi setelah beberapa kali pakai, apalagi sewaktu musim hujan. Untuk membersihkan, ambil sedikit sabun cuci piring dan air terus sikat pakai sikat gigi bekas, ini sudah cukup untuk bersihkan semua kotoran dan sisa2 gemuk tanpa merusak cat dan seal2 komponen. Jangan lupa untuk melepas seatpost dan membalik sepeda sampai sisa2 air cucian terbuang lewat lubang seatpost. Tapi ingat kalau keseringan cuci akan berakibat air & kotoran menumpuk di dalam ruang BB. Bongkar dan bersihkan sesekali. Hal ini selain mencegah kerusakan juga akan membuang sekian gram bobot mati. Asalkan punya perlengkapan yang sesuai, jangan takut untuk bongkar BB sendiri.


4. Skateboard Shop (Toko Skateboard).





Cobalah memasang sedikit grip tape (semacam sticker berbahan kasar mirip kertas gosok yang nempel di atas papan skate) di downshift lever RD. Hal ini akan buat pengoperan ke gigi lebih rendah makin mantap dan cepat. Jangan lupa selalu pakai sarung tangan biar jempol gak tergores. Kalau kamu kreatif bisa diganti pakai kertas gosok halus dan sedikit lem UHU.


5. Braking News (Berita Ngerem).





Atur posisi brake lever lebih masuk kedalam dan kebawah akan bikin kamu bisa memakainya dengan satu jari. Tiga jari lain plus ibu jari pada handlebar akan lebih memudahkan kendali dan akan mempercepat waktu tempuh pada jalur sepeda yang ekstrem. Menggeser lever sedikit ke bawah juga akan buat jari kamu bisa meraih ujung lever secara alami dan dapat memberikan lebih banyak tekanan. Dengan power lebih besar, kamu bisa mengerem lebih akhir (late braking) tanpa mengorbankan kendali.


6. Jenny Craig says...(Pakar Diet bilang...).





Membuang bobot yang tidak perlu adalah cara yang benar agar bisa meraih kecepatan ekstra sewaktu gowes. Hal yang paling jamak adalah botol minum & tempat botol (bottle cage) yang tidak dipakai dan tas bawah sadel (saddlebag) dengan kunci2 (tools) yang juga tidak dipakai. Membawa yang penting2 saja di tas air (hydration pack) akan buat sepedamu terasa jauh lebih ringan.


7. Stack & Trim (Susun & Rapikan).





Handlebar yang lebih rendah akan menggeser titik berat ke roda depan dan menambah kemampuan menikung (cornering ability). Kita sarankan mencoba dengan mengurangi headset spacer dibawah stem. Sambil perlahan menyesuaikan, kamu bisa pasang spacer tadi diatas stem, tapi kalo sudah dapat ketinggian yang pas, potonglah kelebihan steerer untuk mengurangi bobot yang tidak perlu.


8. Ditch The Rat's Nest (Bersihkan Sarang Tikusnya).





Kok sarang tikus? Yup, tentunya gak separah itu, tapi kabel2 brake dan shifter yang terlalu panjang & ramai bisa mirip lho. Kabel brake & shifter yang terlalu panjang gak bakalan beri kamu fungsi & gaya apa2, malah lama kelamaan bisa mengganggu. Potong & rapikan sampai cukup panjangnya buat pergerakan dan gak ganggu kendali. Potong juga sisa kabel yang lain seperti di dekat RD biar gak bakalan ada kelinci yang nyangkut di sepedamu.


9. We Don't Need No Stinkin' Caps (Kita Gak Perlu Tutup Pentilnya).





Buanglah tutup plastik pentil presta (pentil kecil). Mereka benernya gak ada fungsi pentingnya selain cuma buat tutup ajah.


10. Is That A Pro? (Itu Sepeda Pembalap Ya?).





Pasanglah stiker nama di top tube sepeda seperti punya para pembalap pro. Iya memang stiker nama aja gak bakalan bikin kamu gowes lebih cepat, tapi setidaknya ia akan bikin kamu terasa lebih cepat. Mungkin juga bisa memotivasi kamu biar gak jauh2 ketinggalan dari teman2 pas gobar. Hehe...

Silakan dibaca dan dihayati, diskusikan dan praktekkan dengan teman. Saya menerima saran, masukan dan kritikan yang membangun. (Artikel diterjemahkan secara bebas dari majalah Mountain Bike Action October 2011, berikut tambahan beberapa masukan tips dari teman, foto2 juga dicomot dari mbah gugel, kalo ada pihak yang keberatan maka foto akan saya ganti)